Senin, 04 Maret 2013

Biarlah Cinta Menjadi Saksi

Menjadi permata baginya…

Meski sulit rasanya.
Banyak lisan yang jadi perkara…

Tapi lebih banyak ia berlapang dada.
Pengertian tertanam di jiwa…

Umpama semua baik-baik saja.
Ahh, masih banyak kekurangan dimana-mana…r />
Meski kutahu tak ada yang sempurna.
Kembali kuingat dahulu kala…

Saat ikrar janji setia,
Mengarungi bahtera bersama.

Aku bukan istri terbaik untuknya…
Namun aku tulang rusuk yang dicipta.

Untuknya saja…..
Menjadi istri shalihah merupakan asa.

Terkadang membuat semangat menggelora,
Namun juga terkadang berputus asa…

Aku harus bisa…
Menjadi penyejuk hatinya,

Berbakti sepenuhnya…
Setulus hati, setulus jiwa.

Semoga amalanku tercukupkan kiranya.
Hingga ku dikembalikan padaNya,

Dan suami ridla ku menjadi istrinya..
Di dunia yang sementara…

Dan berharap perjumpaan kelak di surga.
Robb. kutahu indahnya pernikahan tak selamanya.

Banyak ujian yang bisa menyesakkan dada.
Tapi kutahu KAU selalu bersamanya.

Maka lapangkan dadanya…
Ketika kekeliruanku menghampirinya.

Berkahilah rumah tangga…
Yang kami bina,

Atas namaMu semata…
Aamiin…

Cinta, Biarkan Aku Menyambut Cinta-Nya

Cinta,
telah lama kita dipisahkan, melalui jarak, melalui waktu…
tak kutemui lagi senyum manismu, tak kujumpai lagi gelak
candamu…
Aku yang pendiam, dan sosokmu yang periang…
Cinta,
kata terakhirmu yang terlontar adalah “Jaga dirimu baik-baik”
Aku menjaga diriku, walau di hatiku masih terbesit keinginan untuk
mengetahui kabarmu…
Siapa yang tidak pernah jatuh cinta, cinta?
Cinta,
Saat itu aku bingung…
Mengapa kamu yang aku pilih…
Aku tertawa sekarang, mungkin sebuah kesalahan di masa lalu
ketika kubiarkan jiwamu datang mengetuk pintu hatiku…
Cinta…
Jiwamu benar-benar menyapa hatiku,
Sungguh cuma sampai di situ…
Lalu Dia menyadarkanku, cinta, tentang dirimu dan juga kesalahanku…
Cinta, sungguh tak pernah aku sesali,
Kau sungguh baik, kau tidak pernah menuntut suatu hubungan…
Kau hanya memberi cinta…
Tanpa pernah menuntut cinta dariku…
Mungkin itu yang membuatku luluh…
Baiklah cinta…
Saat itu mungkin kau tak tau aku juga kagum padamu…
Terima kasih, Cinta,
Atas pengorbananmu… Atas sikap baikmu dan juga cinta yang kau
hadirkan untukku…
Tapi, Cinta…
Sekarang sudah kutemukan cinta yang jauh lebih besar darimu…
Bahkan hatiku pun tak mampu menerima muatan cinta itu…
Aku terbuai dengan cinta-Nya, cinta…
Alunan kasih sayang-Nya telah menyemai molekul cinta yang
dalam di hatiku…
Sungguh harus kutinggalkan engkau, cinta…
Karena hatiku hanya dapat mencintai satu cinta…
Cinta-Nya tak pernah berhenti padaku, sekalipun saat aku
meninggalkan-Nya…
Selamat tinggal, cinta…
Aku memilih-Nya…
Ya, aku memilih cinta-Nya…
Sampai kapan pun, tak akan tergantikan, sekalipun olehmu…
cinta…

Mohon Hamba Pada-Mu





Mohon Hamba Pada-Mu Yaa Robbku


Sunyi dalam mihrabku aku mengaku cinta
selangkah kumenapak, kembali dunia meraja bertahta di singgasana hati

alpa akan pengakuanku
cinta dalam pengakuanku

tak menjadi nafas dalam hidupku
Ah, sungguh tak pantas kulakukan padaMu

Sang Pemilik jiwaku, Pemilik semesta
mengobral kata layaknya Engkau adalah sesamaku

tidak, bahkan dengan sesama pun tak layak kata ini ku umbar
tak pantas kulakoni
karena cinta tak hanya sekedar kata

karena cinta adalah pembuktian
Dan cintaku harusnya adalah pembuktian padaMu Sang Maha Cinta

Di atas sajadah penyembahanku
bahkan dalam gelap ruang rahim ibuku sesaat setelah Kau tiupkan, titipkan nafas
denyut kehidupan untukku

ku ikrarkan janjiku bahwa hanya Engkaulah Rabbku
syahadatku hanya Engkau Ilah bagiku

sumpahku Engkau saja yang pantas ku sembah,
yang pantas ku perTuhankan

Tapi… lagi, dan lagi ku mendustaMu
puluhan tahun Kau beri aku waktu
Tapi hidupku tak lebih dari menghamba pada dunia
ya… dunia milikMu, yang tak lebih dari ciptaanMu
Terlena dalam gemerlapnya

Dalam susahku ku datang padaMu
Menghiba padaMu untuk keMurahan Rahman dan RahimMu
Memohon dan meminta padaMu
padaMu ya Rabb, tidak pada yang lain
yang lain yang ku cinta,

yang lain yang ku perTuhankan di kala aku serba kecukupan
di kala aku miliki dunia yang tak lebih dari titipanMu semata
ya… kuadukan kesahku, ku bawa laraku hanya padaMu
padaMu saja ku menghiba, padaMu saja ku pinta
padaMu saja ku pohon pertolongan

dan kemudian, kembali ku tingggalkan janjiku
tiada kesyukuranku atas nikmat tak terbilang dariMu
Rabbi, tak layak aku yang tidak berlakon cinta mengaku cinta padaMu
Tak layak aku yang tidak menghamba mengaku hamba padaMu
Tak layak aku meminta, memohon, menghiba padaMu yang tidak mensyukuri nikmatMu
Rabbi… meski gelimang dosa membalur diri

Ku menghiba, memohon, meminta padaMu
Ajari aku mencinta pada cintaMu
Ajari aku setia atas janji, ikrar, syahadatku padaMu
Ajari aku menjadi hamba yang syukur nikmat padaMu
Ajari aku menjadi hambaMu

Untukmu yang Karena Allah Aku Mencintaimu

Untukmu yang Karena Allah Aku Mencintaimu

dakwatuna.com
Bismillaah…
Duhai ikhwan yang kelak kau ada di sisiku setiap saat…
Ketika menuliskan ini sungguh aku bercucuran air mata dari telaga di sudut-sudut mataku, karena baru kali ini aku menulis dengan membawa segenap hatiku ke dalamnya,

karena baru kali ini aku menulis dengan penuh cinta dan kasih yang amat terasa,
karena baru kali ini aku beranikan diri untuk mengungkapkan segalanya kepadamu,
karena baru kali ini aku sengaja membuat tulisan yang aku ingin kau membacanya,
karena baru kali ini butiran cintaku tak kuasa terbendung ketika aku ingat perjalanan kita,
dan karena baru kali ini aku menulis untuk seorang ikhwan…

Duhai ikhwan yang karena Allah aku mencintaimu,
Aku adalah akhwat yang kelak kau bimbing dalam langkah-langkah menujuNya..
Aku adalah akhwat yang kelak menjadikanmu teladan dalam keseharian..
Aku adalah akhwat yang kelak ada dalam suka dan dukamu..

Duhai ikhwan yang karena Allah aku merindukanmu,
Darimu aku belajar tentang kesabaran, saat dalam penantian akan dirimu..
Darimu aku belajar tentang keikhlasan, saat aku menerima segala yang ada dalam dirimu tanpa aku rencanakan sebelumnya..
Darimu aku belajar tentang kedewasaan yang sesungguhnya, saat kita menapaki titian pernikahan ini..
Darimu aku belajar tentang pantang menyerah, saat kita melalui hari-hari penuh cobaan akan penantian yang sungguh terasa panjang ini..

Ya mujahidku, penantian ini, bagiku adalah penantian yang begitu panjang dan penuh liku..

Di dalamnya terdapat onak dan duri yang senantiasa menghiasi perjalanan kita, sehingga aku harus menjadikan hatiku seperti telaga yang airnya tak pernah habis, agar kesabaranku pun tak ada habisnya..

Di dalamnya terdapat senyum dan tawa yang melengkapi keindahan penantian ini, sehingga aku harus ekstra dalam menambah cintaku padaNya agar aku senantiasa melantunkan syukur dalam doa-doa yang kupanjatkan..

Di dalamnya terdapat sakit dan tangis yang menambah matang kedewasaan kita, sehingga aku harus meninggikan keikhlasan yang kupunya dan memusnahkan egoku agar kita tak sama-sama menjadi api dalam waktu bersamaan..

Duhai ikhwan yang tatapannya meneduhkan hati,
Ada kalanya aku lelah, tapi aku tau lelah yang kurasa tak selelah perjuanganmu..

Ada kalanya aku ingin marah, tapi aku sadar bahwa marahku hanyalah keinginan seorang anak-anak yang ingin kau perhatikan dan untuk itu aku harus memperhatikanmu lebih dulu..

Ada kalanya aku ingin kau pahami, tapi aku tau kau selalu berusaha memahami diriku bahkan lebih baik dari yang kupinta padamu..

Ada kalanya aku ingin menangis, tapi terkadang aku menyembunyikannya karena aku tak ingin kau dipusingkan dengan tangisanku..

Ada kalanya aku akan membuatmu merasa sedih, sungguh bukan karena aku ingin menyakitimu tapi aku ingin kau mengetahui segala hal tentang diriku tak hanya soal bahagiaku tapi juga sedihku..

Ada kalanya aku kau anggap begitu tak peduli, bukan sama sekali, aku sungguh peduli tapi aku mungkin tak tau cara seperti apa yang dapat kugunakan untuk mengungkapkan kepedulianku itu, maka kumohon ajari aku akan hal itu..

Ada kalanya aku menangis dan tak mengakuinya padamu, ketahuilah aku menangis bukan karena aku lemah, tapi aku manusia yang berperasa, dan dengan menangis aku merasa  lebih tenang dan nyaman, maka genggam tanganku dan izinkan aku menangis di pelukanmu karena itu membuatku jauh lebih tenang ..

Ada kalanya aku kau anggap begitu kekanak-kanakan, bukan sama sekali, aku tak ingin menjadi anak-anak seperti yang kau katakan, tapi aku sedang mencoba masuk ke dalam dirimu dengan cara yang kupunya karena aku tau kau begitu menyukai anak kecil..

Bahkan ada kalanya aku yang membuatmu begitu marah, tapi kumohon saat itu nasehati aku dengan penuh hikmah, bukan dengan terpaan tanda seru yang menghujam, karena sungguh aku pun memiliki sifat wanita yang lemah pada kelembutan..

Duhai ikhwan yang senantiasa memancarkan mahabbah untukku,
Ketika kau tengah bercerita dengan penuh gelora, mungkin aku akan diam saja mendengarkan, bukan tak mau menanggapi ceritamu atau menganggap ceritamu tak menarik, tapi karena aku seorang yang dilatih keahliannya dalam mendengarkan dan saat itu aku ingin membiarkanmu meluapkan keceriaanmu yang memang begitu kurindukan..

Ketika aku hanya ingin menceritakan hal-hal yang ringan, bukan karena aku tak mau berdiskusi denganmu, tapi karena aku seorang yang dilatih kecerdasannya dalam memahami apa makna dari sikap dan air muka seseorang dan saat itu aku melihatmu tengah penat..

Ketika aku tersenyum menatapmu dengan tatapan sedikit sayu dan bersandar di bahumu, bukan karena aku memintamu memanjakanku, tapi karena aku ingin sekadar menekankan bahwa kini kau juga punya aku di sisimu..

Ketika aku bertingkah layaknya anak kecil, bukan karena aku ingin kau perhatikan, tapi aku ingin membiarkanmu sedikit terlena  dalam kemanjaan dan keceriaanku yang tak mungkin kau dapatkan di medan perjuangan dan sekadar untuk melepaskan beban pikiranmu..

Ketika aku tak berterus terang akan sakit yang tiba-tiba muncul di tengah pekatnya malam, bukan karena aku tak mau jujur padamu, tapi karena aku ingin kau tetap terlelap dalam tidurmu yang nyenyak agar kau tidur cukup dan tidak lelah ketika menjalankan qiyamul lail..

Duhai ikhwan yang karena Allah aku ingin menjadi pendampingmu,
Sungguh ikhwanku, ada banyak hal yang kulakukan yang mungkin kau tak memahaminya karena aku melakukannya dengan caraku sendiri,
bukan dengan caramu, maka kuminta kau sabar karena saat itu sebenarnya aku tengah mempelajari dirimu agar dapat melakukan hal-hal tersebut dengan cara yang kau inginkan..

Aku, Kau, dan NYA

Aku padamu jika kau pada-NYA


Jika kau tak pada-NYA, maka tak mudah bagiku padamu



Jika kau ingin aku padamu maka mendekatlah padaNYA

Bukan mendekat langsung padaku

Karena DIA lah yang memegang hatiku.

Aku mungkin bisa tanpa kau

Tapi aku tak bisa tanpaNYA.

Aku, kau, dan NYA

Bukan rupa yang kan membuatku padamu

Bukan harta yang kan membuatku silau padamu

Bukan pula tahta yang kulihat darimu

Rupa kan layu seiring bertambahnya usia



Harta bisa habis kapan saja

Tahta bukanlah segalanya

Aku padamu jika kau dapat membuatku dekat denganNYA

Aku padamu, yang dengan memandangmu membuatku ingat padaNYA

Aku kan melihatmu karenaNYA

Jika DIA ada dalam hatimu, maka aku padamu

If I could see GOD in you, I’m to you

Bumi Allah, 4 Februari 2012

Sahabat…

 

dakwatuna.com

Sahabat…
betapa senangnya hati ini bila dekat denganmu…
Candamu mengandung makna tarbiyah
Tingkah lakumu memberikan contoh yang baik
Tulisan-tulisanmu membeningkan hati
Sahabat…
Engkau selalu mengingatkanku bila khilaf
Senyumanmu menumbuhkan ikatan yang kuat di dalam hati ini
Sapaanmu menandakan akan bertaburnya lagi amal-amal yang sholeh
Langkahmu memunculkan semangat juang para mujahid
Sahabat…
Rezkimu engkau keluarkan di jalan Allah SWT
Kelapangan dadamu membuatku santun padamu
Jiwa pemaafmu bertahta di dalam jiwa ini
Keikhlasan dalam beramal memancarkan cahaya hatimu
Sahabat…
Amanahmu tidak engkau abaikan
Janji-janjimu sangat engkau pegang teguh
Engkau khusyu’ dalam shalat
Shalatmu sangat engkau jaga dari kelalaian
ucapanmu selalu yang bermanfaat
Pergaulanmu terhadap wanita sangat engkau jaga
Sahabat…
Allah swt menjadi tujuan hidupmu
Al-Qur’an dan As-Sunnah adalah pedoman hidupmu
Sahabatku…
Semoga Allah swt melimpahkan rahmat dan kasih sayangnya kepadamu
Mudah-mudahan engkau selalu dalam petunjuk dan lindungan Allah swt…
Hingga engkau menjadi penghuni syurga Firdaus yang tertinggi
Amin ya Rabbal alamiin…

Gadis Itu Bernama Syafha

Gadis Itu Bernama Syafha


Ilustrasi. (qimta.devianart.com)
dakwatuna.com - Entah kapan rasa ini merasuk sukma. Tak mungkin aku mengingkarinya. Gadis itu sungguh membuatku jadi tak karuan. Dia tak secantik bidadari tapi begitu anggun di mataku. Dia tak terlihat seperti gadis kebanyakan. Begitu bersahaja. Dan yang paling utama dia sangat cerdas. Tapi memikirkannya, bagaikan membuatku ibarat punguk merindukan rembulan.
Mengapa juga aku mesti satu kelas dengannya. Belum kenal saja sudah mampu menaklukkan hatiku. Apalagi kalau sudah kenal. Sepertinya dia adalah gadis yang susah untuk ditaklukkan. Untuk ukuran aku sih gampang. Tampang oke, bodi macho, otak juga encer, cuma satu yang tidak aku punya. Harta guys. Itu yang paling penting. Kalau kembali ke style Syafa, dia sih bukan tipe gadis matre alias mengukur seseorang dari materi. Langkah awal yang mesti aku ambil adalah memperbanyak referensi tentangnya. Ciee…referensi, kayak buat makalah saja. Terutama mengenal pergaulannya. Ada yang lupa diinfokan nih, Syafha itu gadis jilbaber alias jilbab besar. Sebutan itu keren juga untuk muslimah. Biar tidak dibilang norak. Orang-orang kan pada berpikir jilbab besar itu kuno. Bingung juga pakai cara apa untuk mendekatinya. Aku bukan jenggoter, pasti tidak disukainya.
Hari pertama masuk kampus, Syafha sudah mendahului semua teman-teman. Benar-benar gadis yang disiplin. Makin ngefans nih. Tambah memukau saat Syafha tampil di depan kelas memberikan jawaban atas pertanyaan dosen. Sudah cerdas, akhlak terjaga, tidak sombong, perfect deh. Hanya satu yang membuatku kesusahan untuk menilainya. Susah diajak komunikasi. Tertutup dan jarang senyum. Orangnya serius abis. Sama sekali tidak punya teman di kelas. Apa mungkin karena cara berpakaian teman-teman tidak ada yang persis dengannya. Pikirku sambil menerka sikap tertutupnya itu. Semangat!!! Kata itu yang mesti aku pegang. Biar tidak berputus asa. Maksudnya tidak berputus asa mendekatinya.
Begitulah hari pertama kuliah. Suasana datar dan tidak ada yang berkesan kecuali Syafha. Apa aku tersihir ya? Kok jadi kepikiran dia terus. Perkembangan selanjutnya, tunggu hari kedua masuk kampus saja. Paling utama yang mesti aku lakukan adalah fokus dengan akademik. Sepertinya Syafha adalah saingan terberatku. Dia lebih banyak tahu daripada aku. Buktinya setiap pertanyaan dosen mampu ia jawab dengan benar.
Hari kedua masuk kampus, ada yang beda dari Syafha. Murah senyum dan sudah mau berkomunikasi dengan teman-teman yang lain. Tapi masih ada minesnya sih, dia hanya menebar senyum manisnya untuk perempuan. Untuk laki-laki jangan harap. Paling dibalas dengan menundukkan pandangan. Benar-benar susah untuk ditembus. Tunggu saja saat Dewi Fortuna mendatangiku, kataku dalam hati saat dia membalas senyumanku dengan sikap tunduknya.
Doaku terkabul. Saat pembagian kelompok, namaku dan namanya berturut-turut disebutkan oleh dosen. Akhirnya, kesempatan itu datang juga.
Sepertinya Dewi Fortuna benar-benar berpihak padaku. Aku ditunjuk sebagai ketua kelompok. Itu berarti aku bebas memilih siapa saja dari anggota kelompok untuk menjadi sekretaris. Syafha yang akan menjadi sekretaris dalam kelompok kami. Ternyata teman-teman lain juga setuju dengan keputusan yang aku ambil. Sudah aku katakan, bagiku tidaklah susah untuk menaklukkan hatinya. Langkah ini ibarat jalur rel kereta api yang akan menuntunku hingga tiba di tempat tujuan.
Perlahan kudengarkan pendapatnya saat aku meminta ide dari tiap anggota kelompok. Giliran terakhir sengaja aku berikan padanya, biar aku bisa mendengarkan suaranya lebih lama. Sekalian dengan kesimpulan dari masing-masing pemaparan anggota. Sebenarnya, aku juga kasihan karena aku seolah mempermainkannya. Tapi, kalau tidak begitu, dia mana mau bicara pada lawan jenisnya. Tapi sepertinya aku salah menilainya ternyata dia tak begitu susah diajak komunikasi, terbukti saat dia memaparkan idenya dan memberikan jawaban atas sanggahanku.
Karakter yang aneh. Ini bagaikan sebuah tantangan yang mesti aku jinakkan.
Waktu seolah terus berpihak padaku. Mungkin juga kami ditakdirkan selalu bersama atau aku yang terlalu geer. Selalu berharap sang penentu jodoh menjatuhkan pilihan-Nya untukku pada Syafha. Sebuah nama yang begitu indah untuk aku kenang. Betul-betul bagai kekuatan supranatural yang menembus ruas-ruas tulangku hingga buatnya remuk bila aku tak mengingatnya. Sepertinya, aura gadis tanpa polesan itu begitu anggun dipandang mata.
Sore menjelang malam, saat langit berwarna merah saga, ketika dari angkasa tampak satu pemandangan indah. Burung-burung berjejer rapi, Ibarat pernah belajar baris-berbaris. Rapi dan teratur. Dan yang pasti, amat beda dengan pemandangan yang ada di depan mataku sekarang ini. Manusia yang dikaruniai dengan akal ternyata kalah dengan makhluk tak berakal seperti burung. Hampir saja sebuah motor menabrak seorang gadis di perempatan Pettarani.
Aturan sepertinya dibuat hanya untuk dilanggar. Terang saja pemuda bermotor itu hampir menabrak gadis itu. Alasannya karena buru-buru, jadi tidak sempat memperhatikan rambu-rambu.
Itu alasannya. Hati tidak ada yang tahu. Mungkin di mulut bisa membuat seseorang terenyuh, tapi bagaimana dengan hati. Bukan bermaksud untuk berpikiran jelek, tapi melihat gaya dan cara bicaranya. Sama sekali tak beradab, seperti tak pernah belajar agama saja. Untung saja gadis yang hampir ditabraknya adalah gadis sabar dan kelihatan tak banyak menuntut. Yah…agak samar-samar sih aku melihatnya. Maklum sudah menjelang malam.
Pemandangan seperti itu sudah tak asing bagiku di Kota Anging Mammiri ini. Gadis itu tak lepas dari ordinat mataku. Mungkin dia agak kesakitan karena sikunya sempat tersenggol stir motor. Perlahan aku mendekat ke arah gadis itu. Entah garis tanganku yang selalu ingin bertemu dengannya, jodoh, atau apalah. Pastinya, gadis yang tengah mengusap-usap siku serta merintih kecil karena luka di sikunya adalah sosok yang aku kagumi. Syafha, lagi-lagi aku dipertemukan oleh sang pencipta di tempat yang tak aku sangka.
“Bagaimana keadaanmu, tidak apa-apa kan?”
“E…e…eh…, iya alhamdulillah saya tidak apa-apa kok” dengan nada agak kaget ia menjawab pertanyaanku.
Kata terima kasih sempat diucapkannya. Kemudian ia berlalu dan menghilang tanpa jejak. Kaget sebab dalam lamunan ia meninggalkanku dalam keadaan berdiri di trotoar.
Whuaa…astaghfirullah al-adziim. Sedang apa aku ini, mengapa masih saja memikirkan gadis yang tak halal bagiku. Kuarahkan pandanganku ke sebuah masjid yang tidak jauh dari tempatku. Sudah adzan, indah dan merdu itulah yang terdengar tatkala adzan berkumandang. Jadi teringat dengan kisah Bilal bin Rabah yang diangkat sebagai muadzin oleh Rasul. Berdasarkan penjelasan yang ada di literature, suaranya merdu dan lantang. Apa mungkin, seperti inilah gambaran tentang Bilal. Aku terenyuh hingga luluh. Ingin menjadi seperti itu, tetapi bila mengingat kalau aku ini adalah mantan santri, rasanya sangat malu. Pernah jadi santri, tapi kok, tidak tahu adzan. Bukan juga tidak tahu adzan sih. Tetapi tidak meninggalkan bekas-bekas santri pada diri.
Ternyata suara syahdu itu milik teman lamaku sewaktu di pesantren. Entah ini kebetulan atau apa? Baru saja terpikir tentang pesantren. Eh, ternyata yang Mahakuasa menjawab perkataanku.
***
Di parkiran masjid, samar-samar terlihat seorang gadis berkerudung tengah duduk di bibir bak bunga. Berselonjor pasrah.  Lakonnya seperti menunggu seseorang. Perlahan kulangkahkan kaki menuju ke arahnya. Bukan bermaksud apa-apa. Motor temanku terparkir pas di samping gadis itu. Sesuai nomor polisi motornya DD 2551 I. Tadi kami janjian, rencana bertemu di sana.
Syafha, yah, lagi-lagi dipertemukan. Sepertinya, ini adalah sinyal-sinyal kalau aku memang berjodoh dengannya. Bukan sok tahu ya, mencoba menyelaraskan rasa ini.
“Nunggu siapa, Fha?”
“Eh, Jaya. Ini lagi nunggu kakak.”
“Tangan yang tadi tidak sakit kan?”
“Oh, tidak kok. Tadi cuma tersenggol stir motor”
Meski dia berkata tidak sakit. Raut wajahnya tak demikian. Dia tak mudah mengeluh. Makanya makin menambah kekagumanku.
Kisahku baru saja dimulai. Rupanya Syafha adik dari sahabatku, Fahmi. Waduh, pantas saja. Pantas kalau dia begitu anggun. Hasil didikan kakaknya. Yah, Fahmi memang santri teladan di pesantren. Wajarlah kalau akhlaknya ditransfer ke adiknya.
Perbincangan dengan Fahmi membuka jalan lurus bagiku kembali menyelami nilai-nilai Islam. Meski sempat menganggur selama setahun setelah lulus dari pesantren. Bahkan komunikasi pun tak pernah. Toh ternyata kami masih berjodoh. Satu kelas dengan Syafha adiknya. Sungguh benang hidup yang mengagumkan. Seolah telah dibuatkan skrip skenario.
Terhitung dua belas bulan kubergabung menjadi pengurus masjid di tempat Fahmi mengelola TPA dan taklim rutin untuk jamaah. Belajar dan mengajar di sana. Sungguh luar biasa.
TPA yang diasuh Fahmi berkembang menjadi bimbingan belajar bagi siswa. Syafha, kini jadi partner. Kami sama-sama menjadi tenaga pengajar. Tak lagi kuberani menggodanya. Dia begitu berharga. Aku sadar, aku mana pantas untuknya.

Kau Mengaku Muslim???

dakwatuna.com
Kau mengaku muslim, tapi tak bangga dengan busana muslim-mu,
pakaian kafir kau tiru
Kau mengaku muslim, tapi tak terima dengan syariat peraturan,
kau anggap angin lewat
Kau mengaku muslim, dunia kau kejar, akhirat kau dampar
Kau mengaku muslim, perkembangan infotainment tak ketinggalan, perkembangan Islam tak, kau pikirkan
Kau mengaku muslim, shalat kau laksanakan, maksiat pun terus jalan
Kau mengaku muslim, Cinta Islam kau bilang “iya”, belajar Islam kau bilang “nanti saja”
Kau mengaku muslim, ingin surga takut neraka, tapi berislam sekedarnya saja
Kau mengaku muslim, pagi kau beriman, malam kau kafir, malam kau beriman pagi kau kafir lagi
Kau mengaku muslim, media dan gadget tak pernah ketinggalan, Al-Qur’an tak lagi jadi pedoman
Kau mengaku muslim, perniagaan dunia kau kuasai, perniagaan dengan Allah kau acuhi
Kau mengaku muslim, Rukun iman kau hafal, untuk mengamalkan niat dan usaha nol besar
Kau mengaku muslim, Nabi Muhammad kau bilang pedoman, mengikuti sunnahnya kau enggan
Kau mengaku muslim, maksiat kau anggap biasa, Syariat kau anggap fanatisme beragama
Kau mengaku muslim, majelis gaul tak pernah alpa, majelis dzikir kau bilang “nanti saja”
Kau mengaku muslim, Al-fatihah lancar kau baca, ditanya artinya cuma bisa garuk kepala
Kau mengaku muslim, nikmat yang kau punya kau bilang anugerah Tuhan, mengamalkannya     “Just for have fun”
Kau mengaku muslim, berkhalwat dengan manusia kau ahlinya, berkhalwat dengan Allah kalau susah saja… Inikah muslim namanya???